CERPEN "Ramadhan"
NIKMATNYA SINGKONG DAN UBI DI BULAN RAMADHAN
Bagi mahasiswa rantauan khususnya keturunan Jawa, mudik menjadi
satu tradisi untuk berkumpul dengan keluarga besar. Minimal bisa sungkem ma’e
dan bapane karena selama satu tahun tak kunjungnya pulang ke tanah kelahiran
demi mencari ilmu dan mengangkat derajat kelurga. Hal ini pun yang saya rasakan
ketika sampai di rumah, Lengkong, Banjarnegara, Jawa Tengah. Alhamdulilah
senang rasanya ketika mbah dan mbah buyut masih sehat dan tertawa lepas
menyambut kedatangan saya dengan ransel besar disemua sisi.
Begitupun dengan rekan senasib dan seperjuangan saya yang sangat
bangga pulang ke Bojonegoro meski tanpa ayahanda dirumahnya dan hampir 3 tahun
sudah tak bersama lagi. Alim ‘Alam Al-Ghuyub Wassahadah, berhubung namanya
panjang, akhirnya saya mengambil kesimpulan untuk memanggilnya “Mas”, sebutan
untuk anak laki-laki dalam keluarganya bagi keturunan Jawa.
“Kak, ane mau pamit ya. Alhamdulilah uang ane udah cukup beli baju
lebaran buat 11 adik ane di kampung dan tiket pulang pergi”. Cerita Mas satu
hari sebelum berangkat ke Bojonegoro.
Saya yang mengantarkan Mas sampai di terminal kampung rambutan pun
masih bertanya tanya, dari mana Mas punya uang sebanyak itu dan kalau
dihitung-hitung sekitar 2 jutaan. Hal itu masih saya pikirkan selama panjangnya
perjalanan dengan Kopaja 510 dan kami hanya terdiam sekitar 25 menit untuk saya
mengatur kata-kata memulai menanyakan asal usul uang itu.
“Mas,” ragunya saya memulai mengucap kata itu. Hahaha lucu juga ya,
mau tanya saja sudah seperti drama, dalam hati. Tapi memang seperti itu adanya.
“Iya kak, kenapa? Maaf ya kak, ane ngerepotin kakak sampe nganter
gini, jadi terharu” jawabnya rendah hati dan menahan rasa tidak enak.
“Woles aja, sudah kewajiban mengantarkan adiknya, yaaa meskipun gak
sampai rumah. Hahaha.
Jauh men, Bojonegoro. Mending ane pulang kampung”
Jeda beberapa menit sedang mulut sudah komat-kamit ingin
menyampaikan, dan akhirnya
“Nte dapet uang begitu banyak dari mana, Mas?” menghela nafas
karena lega sudah terutarakan. Karena Mas anak kedua dari 12 bersaudara dan
tidak pernah mendapat kiriman dari orangtua bahkan keluarganya sekalipun sejak
ayahandanya meninggal. Justru Mas yang harus mengirimkan uang buat adik-adik
dan ibunya di Bojonegoro. Sedangkan kakaknya sedang menempuh studi di PTIQ
(Perguruan Tinggi Ilmu Qur’an) dan sedang skripsi namun tertunda karena biaya
yang memaksa.
“Oalah kak, hahaha. Dari tadi diem-diem mau tanya itu ya? Haha”
tangannya mendarat di pundak saya dengan keras
“Kakak jangan kaget ya,” dengan mata mencurigakan melihat
sekelilingnya
Ni anak mencurigakan banget ya, harus lirik sana sini, tapi
tatapannya lucu. Jadi sepanjang perjalanan juga ketawa mulu. Ya begitulah kami.
“Kakak tau dong selama semester 2 ini ane jualan? Nah jualan ane
selama ini ga pernah putus, meski UTS dan UAS menghadang.” Mas menguaknya
“Ia tau, coba kita itung ya. Maaf agak lebay, demi kebaikan di
dunia dan akhirat. Hahaha.”
“Ini kak, omset Rp 30.000 x 20 hari x 4 bulan = Rp 2.400.000,
kadang Sabtu Minggu ane jualan tapi nggak menentu, taruhlah Rp. 200.000 selama
4 bulan. Total Rp 2.600.000
Dipotong uang makan tiap 4 hari sekali Rp 10.000, maka selama 5
bulan ane di Ciputat, 30 hari x 5 bulan = 150 hari : 4 hari = 37.5 jadi 38 hari
kak kita genapin. Nah, 38 x Rp 10.000 = Rp 380.000 kak, kadang ane jugan mau
makan enak kak, taruhlah Rp. 200.000.
Ada lagi pengeluaran buat kebutuhan kuliah print photocopy
dan ATK Rp 200.000. maka total outcome ane Rp 380.000 + Rp 200.000 + Rp 200.000
= Rp 780.000 selama ane di Ciputat” begitu kak.
“What???” kaget saya mendengar makan selama 4 hari hanya Rp.
10.000. “Kamu makan apa, Mas? Murah tenan.” Langsung melotot tanpa memandang
kanan kiri, tapi tak apalah karena saya menggunakan masker, jadi gak
malu-malu banget.
“Selama ini ane makan pake singkong dan ubi kak, trus di rebus.
Lumayan buat berhemat kak. Ane mikirin, Ibu dan adik-adik ane di sana makan
pake apa, kadang ane bingung mau nelpon pun gabisa karena gak punya pulsa,
paling ane dipinjemin HP plus pulsanya temen buat sekadar tanya kabar Ibu dan
adik. Ane seringkali menyisihkan uang-uang itu buat membahagiakan adik ane
minimal beli baju lebaran dan alat sekolahnya. Ane mau adik ane lebih makmur
dibanding ane.
Tapi, jangan salah lho kak, singkong dan ubi meskipun murah,
khasiatnya juga banyak, misal mencegah penyakit diabetes, sebagai sumber energy
juga karena mengandung karbohidrat, mengurangi kolesterol juga kak. Hehehe”
tegasnya ketika hampir sampai di terminal.
“Masyaallah Mas, kenapa gak bilang. Padahal ane makmur lho kalau urusan
makanan, karena ada stok di kamar tapiiii…. Bohong. hahahaha
Sometimes ane juga gitu
kok Mas, kita senasib ya. Kita bersyukur Mas, masih bisa ketemu orangtua meski
butuh perjuangan.” Sahut saya
“Iya kak, makanya ane pulang ni, karena mau makan enak di rumah.
Walaupun ujung-ujungnya singkong sama ubi lagi yang penting kumpul sama
keluarga. Pastinya ane bakal kangen singkong sama ubi di bulan puasa yang
berkah ini di Ciputat kak.
Kak, ane pamit ya. Salam buat orang tua kakak. Maaf ane gabisa
nganter kakak. Hahaha ane pulang duluan. Wassalamu’alaikum kak”
Kami berpisah di terminal dengan cerita yang penuh syukur. Saya
balik ke Ciputat untuk persiapan mudik. Bye Bye terminal.
Komentar
Posting Komentar